TUGAS KELOMPOK ILMU BUDAYA DASAR 2
"UPACARA PERNIKAHAN ADAT SASAK"
Disusun Oleh:
1. Choirul Kahfi(11115478)
2. Mahsa Vebryama (13115997)
3. Shendy Pramantino (16115533)
Kelas: 1KA26
Jurusan Sistem Informasi
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
Upacara Adat Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat
1. PENGERTIAN DAN TAHAPAN-TAHAPAN
Upacara
pernikahan merupakan satu siklus hidup yang kaya akan makna dan biasa dirayakan
oleh hampir seluruh umat manusia, tak terkecuali juga di wilayah-wilayah
Nusantara. Pun begitu dengan proses-proses menjelang berlangsungnya upacara
akad nikah itu sendiri. Adakalanya, untuk beberapa kebudayaan, terutama di
wilayah Nusantara, proses menuju terlaksananya sebuah perkawinan tidaklah
sedatar yang dibayangkan, melainkan harus melewati beberapa tahapan yang begitu
rumit namun sarat akan makna filosofis berdasarkan kearifan lokal dari daerah
masing-masing.
Salah satu adat
menjelang berlangsungnya prosesi pernikahan yang sangat unik dan sarat akan
makna adalah adat yang terdapat dalam budaya suku Sasak. Dalam budaya suku
sasak, pernikahan dilaksanakan dengan cara menculik si calon istri oleh calon
suami yang disebut dengan istilah kawin culik. Tapi tentu, penculikan calon
istri oleh calon suami ini dilakukan berdasarkan aturan main yang yang telah
disepakati bersama melalui lembaga adat. Mungkin inilah satu-satunya penculikan
di dunia yang dilegalkan dan harus patuh pada aturan main.
Kawin culik ini
akan berlangsung setelah si gadis memilih satu di antara kekasih-kekasihnya.
Mereka akan membuat suatu kesepakatan kapan penculikan bisa dilakukan.
Perjanjian atau kesepakatan antara seorang gadis sebagai calon istri oleh
penculiknya ini harus benar-benar dirahasiakan, untuk menjaga kemungkinan gagal
ditengah jalannya aksi penculikan tersebab oleh hal-hal seperti dijegal oleh
laki-laki lain yang juga memiliki hasrat untuk menyunting sang gadis. Hal ini
dilakukan misalnya dengan jalan merampas anak gadis ketika ia bersama san calon
suaminya dalam perjalanan menuju rumah calon suaminya. Ini pula sebabnya,
penculikan pada siang hari dilarang keras oleh adat karena dikhawatirkan
penculikan pada siang hari akan mudah diketahui oleh orang banyak termasuk juga
rival-rival dari sang penculik yang juga menghasratkan sang gadis untuk menjadi
istrinya. Disamping merupakan rahasia untuk para kekasih sang dara, penculikan
ini pun harus dirahasiakan dan jangan sampai bocor ke telinga orang tua sang
gadis. Kalau saja kemudian setelah mengetahui orang tuanya tidak setujui
anaknya untuk menikah, di sini orang tua baru boleh bertindak untuk menjodohkan
anak gadisnya dengan pilihan mereka. Keadaan ini yang disebut Pedait.
Meskipun pada
kenyatannya orang tua boleh untuk tidak bersetuju dengan calon menantunya (yang dalam hal ini lelaki
yang menculik anak gadisnya) tapi, untuk basa-basi sekaligus menghormati perasaan
orang tua sang lelaki, perasaan tersebut sama sekali tak boleh ditunjukan pada
saat acara midang. Maka dari itu, demi menghindari penculikan oleh lelaki yang
bukan merupakan calon menantu yang dikehendaki, begitu mendengar selentingan
kabar akan adanya penculikan, maka biasanya sang gadis dilarikan ke tempat
famili calon suami yang jauh dari desa atau dasan si gadis atau dasan si calon
suaminya.
2. SIMBOL-SIMBOL
Dan karena penculikan anak gadis oleh lelaki yang akan
menyuntingnya adalah satu-satunya perbuatan penculikan yang diperbolehkan adat,
maka tentu perbuatan ini pun mempunyai aturan permainan yang telah di atur oleh
adat. Keributan yang terjadi karena penculikan sang gadis di luar ketentuan
adat, kepada penculiknya dikenakan sangsi yang juga sebagai simbol dari
pernikahan ini adalah sebagai berikut :
Denda Pati
Denda Pati adalah denda adat yang harus ditanggung oleh sang
penculik atau keluarga sang penculik apabila penculikan tersebut berhasil tapi
menimbulkan keributan dalam prosesnya.
Ngurayang
Ngurayang adalah denda adat yang dikenakan pada penculik
gadis yang menimbulkan keributan karena penculikn tidak dengan persetujuan sang
gadis. Karena sang gadis tidak setuju dan sang penculik memaksa maka biasanya
penculikan ini gagal.
Ngeberayang
Ngeberayang adalah denda adat yang harus dibayar oleh sang
penculik atau keluarganya dikarenakan proses penculikan terjadi kegagalan dan
terjadi keributan karena beberapa hal seperti penculikan digagalkan oleh rival
sang penculik, dan sebagainya.
Ngabesaken
Ngabesaken adalah denda adat yang dikenakan kepada penculik
karena penculikan dilakukan pada siang hari yang pada akhirnya terjadi
keributan.
Denda adat yang harus dibayar tersebut apabila terjadi
pelanggaran-pelanggaran seperti yang telah dikemukakan di atas adalah dalam
bentuk uang dengan nominal tertentu dan telah diatur oleh adat. Selanjutnya
uang denda yang dibayar oleh penculik yang gagal itu akan diserahkan kepada
kampung melalui ketua kerame yang kemudian diteruskan kepada kepala kampung
untuk kesejahteraan kampung.
3. PROSES
PELAKSANAAN
Bilamana
seorang gadis berhasil diculik, maka pada malam itu juga dilanjutkan dengan
acara mangan merangkat, yaitu suatu upacara adat yang menyambut kedatangan si
gadis di rumah calon suaminya. Hal ini merupakan upacara peresmian masuknya di
gadis dalam keluarga calon suaminya. Dalam mangan merangkat ini adalah semacam
penyambutan dan perkenalan untuk sang gadis terhadap keluarga calon suaminya.
Acara mangan merangkat ini iawali dengan totok telok yaitu calon mempelai
memecahkan telur bersama-sama pada perangkat (sesajen) yang telah disediakan.
Totok telok adalah lambang kesanggupan calon mempelai untuk hidup dengan
istrinya dalam bahtera rumah tangga.
Baru kemudian
pada pagi harinya, keluarga calon suami sang gadis (dalam hal ini yang telah menculiknya)
akan mendatangi rumah orang tua sang gadis untuk memberitahukan bahwa anak
gadisnya dipersunting oleh anaknya. Peristiwa datangnya keluarga sang lelaki
ini disebut dengan Masejatik atau Nyelabar. Tujuan utama dari Masejatik adalah
media perundingan guna membicarakan kelajutan upacara-upacara adat perkawinan
serta segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan. Dalam hal ini yang
pertama-tama harus diselesaikan adalah acara akad nikah. Pada waktu akad nikah
tersebut orang tua si gadis memberikan kesaksian di hadapan penghulu desa dan
pemuka-pemuka masyarakat serta para tokoh adat lainnya. Dalam acara ini
bilamana orang tua si gadis berhalangan, ia dapat menunjuk seseorang untuk
mewakilinya.
Dan acara ini
berpuncak pada adat perkawinan yang disebut dengan sorong doe, yakni saat di
mana rumah kediaman orang tua si gadis akan kedatangan rombongan dari keluarga
mempelai lelaki. Kedatangan rombongan sorong doe ini disebut nyongkol. Acara
inti dari sorong doe adalah tentang pengajuan dana yang diminta oleh orang tua
sang gadis untuk menyambut para penyongkol yang disebut dengan kepeng tagih
(uang tagihan). Uang tagih lainnya juga berupa kepeng pelengkak yaitu uang
tagih dari kakak laki-laki mempelai wanita yang belum menikah, sedangkan kalau
ada uang kakak permpuan perempuan mempelai wanita yang belum menikah tidak ada
uang tagihannya.
Daftar Pustaka:
http://arsipbudayanusantara.blogspot.co.id/2013/06/tradisi-kawin-culik-suku-sasak.html